Selasa, 22 Maret 2016








Mungkin kita pernah berkata sebagaimana yang tertulis di
dalam judul “Seandainya aku hidup di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam, maka aku bisa menjadi bagian generasi manusia yang terbaik. Dan aku
akan mendapatkan fadhilah keutamaan, sebagaimana yang didapatkan oleh para
sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam”.





Perkataan seperti ini sudah dilarang oleh para ulama dan
yang utamanya adalah dilarang oleh sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam. Karena yang hidup di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
tidak semuanya beriman kepada Allah dan tentu adzab merekapun akan berlipat
ganda karena permusuhan mereka yang sangat keras kepada Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam seperti Abu Jahl dan para pengikutnya.






Dan juga perlu diketahui, cobaan para sahabatpun lebih
berat dan sulit dari cobaan yang kita terima. Diantara mereka ada yang dibunuh,
dipanggang hidup-hidup, dan tubuhnya ditusuk dengan tonggak besi melalui
kemaluannya dll, semoga Allah meridhai mereka semua. Dengan seluruh cobaan ini,
apa kita bisa memastikan bahwa kita mampu untuk menjaga keimanan kita?





Maka dari itu, cukuplah bagi kita untuk mensyukuri nikmat
Allah ta’ala walau tidak berada di zaman para sahabat. 





Sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam “Miqdan
bin Al-Aswad” telah melarang dari perkataan di atas. Jubair bin Nufair
rahimahullah berkata:





جلسنا إلى المقداد بن الأسود يوما، فمر
به رجل، فقال: طوبى لهاتين العينين اللتين رأتا رسول الله صلى الله عليه وسلم،
والله لوددنا أنا رأينا ما رأيت، وشهدنا ما شهدت، فاستغضب، فجعلت أعجب، ما قال إلا
خيرا، ثم أقبل إليه، فقال: " ما يحمل الرجل على أن يتمنى محضرا غيبه الله
عنه، لا يدري لو شهده كيف كان يكون فيه، والله لقد حضر رسول الله صلى الله عليه
وسلم أقوام كبهم الله على مناخرهم في جهنم لم يجيبوه، ولم يصدقوه، أولا تحمدون
الله إذ أخرجكم لا تعرفون إلا ربكم، مصدقين لما جاء به نبيكم، قد كفيتم البلاء
بغيركم، والله لقد بعث الله النبي صلى الله عليه وسلم على أشد حال بعث عليها فيه
نبي من الأنبياء في فترة وجاهلية، ما يرون أن دينا أفضل من عبادة الأوثان، فجاء
بفرقان فرق به بين الحق والباطل، وفرق بين الوالد وولده حتى إن كان الرجل ليرى
والده وولده أو أخاه كافرا، وقد فتح الله قفل قلبه للإيمان، يعلم أنه إن هلك دخل
النار، فلا تقر عينه وهو يعلم أن حبيبه في النار "، وأنها للتي قال الله عز
وجل: الذين يقولون ربنا هب لنا من أزواجنا وذرياتنا قرة أعين





“Kami pernah duduk-duduk (bermajlis) pada suatu hari di
hadapan Miqdad bin Al-Aswad (salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam).  Maka seseorang lewat
di hadapan beliau dan berkata:  ‘Betapa
beruntungnya kedua mata engkau yang telah melihat Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam. Demi Allah, kami sangat berharap seandainya kami melihat apa yang
telah engkau lihat dan kami menyaksikan apa yang telah engkau saksikan’. Maka
beliau terpancing untuk marah, namun aku mulai takjub karena beliau tidak
berkata kecuali pekataan yang baik. Kemudian beliau menghadap orang tadi dan
berkata: ‘Apa yang membuat orang ini berangan-angan agar hadir di suatu zaman
yang mana Allah tidak memberikan kesempatan untuknya. Dia tidak tahu,
seandainya dia ada di zaman itu apa yang akan terjadi pada dirinya. Demi Allah,
betapa banyak kaum yang berada di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam, namun Allah ta’ala menyeret wajah mereka di neraka jahannam. Mereka
tidak memenuhi seruan Rasulullah, mereka tidak mempercayainya. Tidakkah kalian
memuji Allah yang telah mengeluarkan kalian sedangkan kalian tidak tahu
segalanya kecuali tentang Rabb kalian. Dan kalian mempercayai apa yang datang
dari nabi kalian. Dan cobaan diangkat dari diri kalian karena golongan manusia
dari generasi selain kalian. Demi Allah, Allah telah mengutus nabi shallallahu
alaihi wa sallam dalam keadaan yang lebih keras dari keadaan nabi-nabi yang ada
yakni di zaman fatrah dan jahiliyyah. Mereka tidak memandang bahwa agama lebih
utama dari beribadah untuk patung. Maka Rasulullah datang dengan Al-Furqan yang
membedakan antara haq dan yang bathil. 
Dan yang memisahkan anatara orang tua dan anaknya. Sampai-sampai
seseorang dapat melihat orang tuanya, anaknya, dan saudaranya adalah kafir. Dan
Allah telah membuka kunci hatinya untuk iman. Dia mengetahui, seandainya dia
wafat maka dia akan masuk ke dalam neraka. Maka tidak lama, dia dapat mengetahu
bahwa kekasihnya dapat masuk neraka. Dan itulah yang difirmankan oleh Allah
ta’ala: ‘Dan mereka adalah orang-orang yang berkata: ‘Yaa Rabb kami berikanlah
kepada kami penyejuk mata dari pasangan-pasangan kami dan anak keturunan kami’”
(HR. Ahmad dengan sanad yang shahih)





Maka yang perlu kita lakukan adalah bersyukur kepada
Allah dan tidak berangan-angan akan suatu hal yang tidak akan mungkin bisa
terjadi karena hal itu hanya akan membuka pintu-pintu syaithan.





Allahu a’lam, semoga yang sedikit ini bermanfaat. Wa
shallallahu alaa nabiyyinaa Muhammad.





Penulis: Ustadz Abdurrahman Al-Amiry





Artikel: alamiry.net (Kajian Al-Amiry)


----------








Post a Comment: